Transformasi Doktrin untuk Keunggulan Hidup
BEBERAPA tahun lalu, bersama teman-teman, penulis berkunjung ke Leningrad yang kini bernama St. Petersburg, kota kelahiran Vladimir Putin, perdana menteri Rusia. Kunjungan itu dalam rangka dialog internasional hubungan antaragama yang berlangsung pada akhir Juni.
Pada Juni itu ada suatu masa yang dikenal dengan white night, saat batas pergantian siang dan malam tidak jelas. Seluruh hari tampak temaram. Langit pun seperti pada pukul lima sore di Indonesia, seolah matahari begitu malas beranjak. Jarak magrib ke subuh berlangsung sekitar tiga jam.
Saat itu seorang anggota rombongan bertanya kepada pemandu (orang Turki) tentang cara berpuasa orang yang tinggal di kota itu. Si pemandu agak malas menjawab. Sebab, dengan cara puasa konvensional seseorang yang tinggal di St. Petersburg harus berpuasa sekitar 21 jam jika Ramadan jatuh saat white night.
Seorang teman mengusulkan ke sponsor yang mengundang kami agar suatu saat mengundang ulama bahtsul masail dan ulama tarjih berwisata ke kota itu saat Ramadan jatuh pada Juni atau Juli. Sangat mungkin mereka (jika hanya berdasar pemahaman harfiah risalah Muhammad dengan hadisnya) kesulitan menemukan hadis Nabi tentang ibadah puasa masa white night.
Hanya ada ruang bagi ulama merekonstruksi ajaran Islam bersumber kitab suci dan sunah dengan penafsiran kritis, mungkin dengan metode hermeneutika.
Sayang, metode ini sering dicap hasil ekspor Zionis Yahudi dengan tujuan melumpuhkan semangat jihad kaum muslimin dari doktrin isy kariman au mut syahidan. Karena itu, hanya ada pilihan bagi muslim yang tinggal di dekat kutub saat puasa. Yakni, berpuasa lebih dari 20 jam atau tidak berpuasa dengan argumen hambatan atau masyaqat seperti sakit dan sebagainya.
Penafsiran ulang ajaran Islam dari sumber asli itu memunculkan pertanyaan: Mengapa Islam yang santun, penuh damai selalu muncul praktik kekerasan, seperti doktrin hidup mulia atau mati syahid?
Dalam fikih yang lahir sekitar 100 tahun sesudah Nabi wafat dikenal hukum rajam bagi pezina, potong tangan bagi pencuri, dan banyak lagi. Dalam hubungan sosial multireligi yang beragama selain Islam, seolah hanya aman sepanjang tunduk pada hukum Islam atau melakukan konversi bersyahadat. Komunitas selain Islam hanya memiliki pilihan: tetap meyakini agama yang dipeluknya, tapi menyatakan tunduk pada kekuasaan Islam, bersyahadat memeluk Islam, atau berhadapan dengan kekuatan Islam dengan satu pilihan; kalah dalam perang konvensional atau nonkonvensional.
Seluruhnya bersumber pada pemahaman atas kelengkapan dan kesempurnaan ajaran Islam dan keharusan setiap muslim memenuhi secara kaaffah tanpa keharusan memahami ulang dalam suasana baru yang dulu belum terjadi. Setia pada ajaran berarti taken for granted, menerima seluruh ajaran Islam yang disusun ulama pada masa lebih 1.000 tahun lalu tanpa bertanya dan sikap kritis.
Manusia muslim paling sempurna adalah generasi salaf sahabat Nabi yang hidup abad ketujuh hingga kedelapan Masehi; era tabiin; mereka yang tidak bersua Nabi, tapi bersama sahabat Nabi. Seterusnya tabiit-tabiin hingga masa kini. Karena itu, garis genealogi begitu penting dan sakral manakala bisa disandarkan pada generasi salaf, yaitu sahabat, apalagi jika secara biologis bersandar pada keturunan Muhammad SAW, sang Nabi itu sendiri.
Pada era kebangkitan Islam, pembedahan pintu ijtihad telah dicoba dilakukan di bawah slogan “Pintu ijtihad tidak pernah tertutup”. Namun, fakta di lapangan menunjuk begitu sulit seseorang bisa diterima sebagai mujtahid atau yang berhak melakukan ijtihad. Seluruh konstruksi ajaran Islam diyakini selesai dilakukan generasi terbaik dan tersoleh ulama salaf. Dari sini pula kemudian muncul gerakan dan aliran salafi.
Dalam kaitan di atas, berbagai pelatihan kader gerakan Islam hampir semua organisasi Islam memakai doktrin isy kariman au mut syahidan, pemicu semangat latihan, juga semangat gerakan dalam dinamika kehidupan sebagai kader atau aktivis. Banyak hadis yang mengisahkan tentang syahid dengan balasan surga dan sejumlah bidadari, melalui jalan perang atau sakit, mempertahankan harta atau kehormatan diri dan keluarga. Namun, yang paling populer ialah syahid melalui jalan perang. Belakangan aksi ini meluas, meliputi bom bunuh diri dalam situasi bukan perang. Sebab, perang sendiri diberi arti lebih luas, tidak terbatas pengertian konvensional.
Terdapat hadis lain yang mengisahkan bagaimana seseorang menjalani hidup terhormat dalam kehidupan duniawi ini, seperti “Jalani hidupmu di dunia ini seolah engkau hidup selamanya, tapi jalani nasib akhiratmu seolah engkau mati besok pagi”. Namun, struktur pemahaman hidup duniawi terbelah dalam dua wilayah berbeda secara ekstrem. Yakni, wilayah setan di satu pihak dan wilayah malaikat di pihak lain atau wilayah kesalehan di satu pihak berhadapan dengan wilayah kemaksiatan di pihak lain. Karena itu, makna hadis di atas lebih dekat doktrin “Hiduplah mulia atau mati syahid dalam perang konvensional atau nonkonvensional”.
Doktrin itu lebih dipahami dalam arti hidup mulia meraih kemenangan mengalahkan atau menguasai wilayah setan atau maksiat yang direpresentasikan orang atau bangsa yang meyakini ajaran selain Islam. Wilayah lain itu diberi arti sebagai kehidupan orang atau bangsa yang tidak seiman. Yakni, yang memeluk agama selain Islam atau seagama tapi tidak mendukung doktrin penghancuran wilayah setan dan maksiat baik secara kultural atau secara jasmaniah.
Muncul ajaran yang bersumber hadis “Barang siapa melihat kemungkaran haruslah mengubah kemungkaran itu dengan kekuasaan (tangan/ kekerasan). Jika tidak mampu secara paksa harus mengubah dengan lisan. Jika tidak juga mampu, haruslah mengubahnya dengan hati atau dengan tidak mengikuti kemaksiatan, tapi ini tergolong lemah iman”.
Keyakinan ajaran Islam sempurna, Muhammad SAW adalah Nabi dan Rasul terakhir, tidak ada lagi wahyu, sering dipahami bahwa Islam sempurna (syumul dan kamilah) dan kaaffah dengan menerapkan persis kata perkata dari makna harfiah pengalaman hidup Muhammad SAW dengan para sahabatnya 1.400 tahun lalu di semua era sejarah.
Kehidupan duniawi seolah dihentikan ditarik ke masa lalu secara romantis tanpa tersedia ruang akomodasi persoalan baru yang dulu memang belum terjadi. Sejarah dihentikan ditarik ke masa lalu dalam suasana padang pasir dalam budaya nomaden dengan pola hidup keras.
Mungkin penting memberi arti doktrin “Hidup mulia atau mati syahid” secara kultural dengan kompetisi peradaban unggul atau fastabiqul khairat dalam kaitan ayat dalam surat Ali Imron: “Kuntum khaira ummat uhrijat linnas takmuruna bil makruf wa tanhauna ‘anil munkar wa tukminuuna billah” yang oleh Kuntowijoyo diberi arti objektivikasi, humanisasi, dan liberalisasi.
“Engkaulah umat terbaik karena kemampuan membela kemanusiaan, membebaskan ketertindasan tanpa pandang bangsa dan agama. Engkaulah unggulan peradaban karena menguasai iptek, adil, dan bijak. Doktrin “hidup mulia dan mati syahid” penting ditransformasikan ke dalam doktrin “kuasai ilmu dan peradaban dari pusat-pusat keunggulan dunia sampai engkau masuk ke liang kubur”.
Tugas kader dan aktivis ialah membuktikan doktrin “Islam yaklu wala yukla ‘alaih terbukti dalam sejarah seperti sebelum pencerahan Barat dan Eropa. Semogalah!
Sumber : Jawa Pos Kamis, 01 Oktober 2009
Oleh : Abdul Munir Mulkhan, guru besar UIN Sunan Kalijaga Jogja, anggota Komnas HAM
BEBERAPA tahun lalu, bersama teman-teman, penulis berkunjung ke Leningrad yang kini bernama St. Petersburg, kota kelahiran Vladimir Putin, perdana menteri Rusia. Kunjungan itu dalam rangka dialog internasional hubungan antaragama yang berlangsung pada akhir Juni.
Pada Juni itu ada suatu masa yang dikenal dengan white night, saat batas pergantian siang dan malam tidak jelas. Seluruh hari tampak temaram. Langit pun seperti pada pukul lima sore di Indonesia, seolah matahari begitu malas beranjak. Jarak magrib ke subuh berlangsung sekitar tiga jam.
Saat itu seorang anggota rombongan bertanya kepada pemandu (orang Turki) tentang cara berpuasa orang yang tinggal di kota itu. Si pemandu agak malas menjawab. Sebab, dengan cara puasa konvensional seseorang yang tinggal di St. Petersburg harus berpuasa sekitar 21 jam jika Ramadan jatuh saat white night.
Seorang teman mengusulkan ke sponsor yang mengundang kami agar suatu saat mengundang ulama bahtsul masail dan ulama tarjih berwisata ke kota itu saat Ramadan jatuh pada Juni atau Juli. Sangat mungkin mereka (jika hanya berdasar pemahaman harfiah risalah Muhammad dengan hadisnya) kesulitan menemukan hadis Nabi tentang ibadah puasa masa white night.
Hanya ada ruang bagi ulama merekonstruksi ajaran Islam bersumber kitab suci dan sunah dengan penafsiran kritis, mungkin dengan metode hermeneutika.
Sayang, metode ini sering dicap hasil ekspor Zionis Yahudi dengan tujuan melumpuhkan semangat jihad kaum muslimin dari doktrin isy kariman au mut syahidan. Karena itu, hanya ada pilihan bagi muslim yang tinggal di dekat kutub saat puasa. Yakni, berpuasa lebih dari 20 jam atau tidak berpuasa dengan argumen hambatan atau masyaqat seperti sakit dan sebagainya.
Penafsiran ulang ajaran Islam dari sumber asli itu memunculkan pertanyaan: Mengapa Islam yang santun, penuh damai selalu muncul praktik kekerasan, seperti doktrin hidup mulia atau mati syahid?
Dalam fikih yang lahir sekitar 100 tahun sesudah Nabi wafat dikenal hukum rajam bagi pezina, potong tangan bagi pencuri, dan banyak lagi. Dalam hubungan sosial multireligi yang beragama selain Islam, seolah hanya aman sepanjang tunduk pada hukum Islam atau melakukan konversi bersyahadat. Komunitas selain Islam hanya memiliki pilihan: tetap meyakini agama yang dipeluknya, tapi menyatakan tunduk pada kekuasaan Islam, bersyahadat memeluk Islam, atau berhadapan dengan kekuatan Islam dengan satu pilihan; kalah dalam perang konvensional atau nonkonvensional.
Seluruhnya bersumber pada pemahaman atas kelengkapan dan kesempurnaan ajaran Islam dan keharusan setiap muslim memenuhi secara kaaffah tanpa keharusan memahami ulang dalam suasana baru yang dulu belum terjadi. Setia pada ajaran berarti taken for granted, menerima seluruh ajaran Islam yang disusun ulama pada masa lebih 1.000 tahun lalu tanpa bertanya dan sikap kritis.
Manusia muslim paling sempurna adalah generasi salaf sahabat Nabi yang hidup abad ketujuh hingga kedelapan Masehi; era tabiin; mereka yang tidak bersua Nabi, tapi bersama sahabat Nabi. Seterusnya tabiit-tabiin hingga masa kini. Karena itu, garis genealogi begitu penting dan sakral manakala bisa disandarkan pada generasi salaf, yaitu sahabat, apalagi jika secara biologis bersandar pada keturunan Muhammad SAW, sang Nabi itu sendiri.
Pada era kebangkitan Islam, pembedahan pintu ijtihad telah dicoba dilakukan di bawah slogan “Pintu ijtihad tidak pernah tertutup”. Namun, fakta di lapangan menunjuk begitu sulit seseorang bisa diterima sebagai mujtahid atau yang berhak melakukan ijtihad. Seluruh konstruksi ajaran Islam diyakini selesai dilakukan generasi terbaik dan tersoleh ulama salaf. Dari sini pula kemudian muncul gerakan dan aliran salafi.
Dalam kaitan di atas, berbagai pelatihan kader gerakan Islam hampir semua organisasi Islam memakai doktrin isy kariman au mut syahidan, pemicu semangat latihan, juga semangat gerakan dalam dinamika kehidupan sebagai kader atau aktivis. Banyak hadis yang mengisahkan tentang syahid dengan balasan surga dan sejumlah bidadari, melalui jalan perang atau sakit, mempertahankan harta atau kehormatan diri dan keluarga. Namun, yang paling populer ialah syahid melalui jalan perang. Belakangan aksi ini meluas, meliputi bom bunuh diri dalam situasi bukan perang. Sebab, perang sendiri diberi arti lebih luas, tidak terbatas pengertian konvensional.
Terdapat hadis lain yang mengisahkan bagaimana seseorang menjalani hidup terhormat dalam kehidupan duniawi ini, seperti “Jalani hidupmu di dunia ini seolah engkau hidup selamanya, tapi jalani nasib akhiratmu seolah engkau mati besok pagi”. Namun, struktur pemahaman hidup duniawi terbelah dalam dua wilayah berbeda secara ekstrem. Yakni, wilayah setan di satu pihak dan wilayah malaikat di pihak lain atau wilayah kesalehan di satu pihak berhadapan dengan wilayah kemaksiatan di pihak lain. Karena itu, makna hadis di atas lebih dekat doktrin “Hiduplah mulia atau mati syahid dalam perang konvensional atau nonkonvensional”.
Doktrin itu lebih dipahami dalam arti hidup mulia meraih kemenangan mengalahkan atau menguasai wilayah setan atau maksiat yang direpresentasikan orang atau bangsa yang meyakini ajaran selain Islam. Wilayah lain itu diberi arti sebagai kehidupan orang atau bangsa yang tidak seiman. Yakni, yang memeluk agama selain Islam atau seagama tapi tidak mendukung doktrin penghancuran wilayah setan dan maksiat baik secara kultural atau secara jasmaniah.
Muncul ajaran yang bersumber hadis “Barang siapa melihat kemungkaran haruslah mengubah kemungkaran itu dengan kekuasaan (tangan/ kekerasan). Jika tidak mampu secara paksa harus mengubah dengan lisan. Jika tidak juga mampu, haruslah mengubahnya dengan hati atau dengan tidak mengikuti kemaksiatan, tapi ini tergolong lemah iman”.
Keyakinan ajaran Islam sempurna, Muhammad SAW adalah Nabi dan Rasul terakhir, tidak ada lagi wahyu, sering dipahami bahwa Islam sempurna (syumul dan kamilah) dan kaaffah dengan menerapkan persis kata perkata dari makna harfiah pengalaman hidup Muhammad SAW dengan para sahabatnya 1.400 tahun lalu di semua era sejarah.
Kehidupan duniawi seolah dihentikan ditarik ke masa lalu secara romantis tanpa tersedia ruang akomodasi persoalan baru yang dulu memang belum terjadi. Sejarah dihentikan ditarik ke masa lalu dalam suasana padang pasir dalam budaya nomaden dengan pola hidup keras.
Mungkin penting memberi arti doktrin “Hidup mulia atau mati syahid” secara kultural dengan kompetisi peradaban unggul atau fastabiqul khairat dalam kaitan ayat dalam surat Ali Imron: “Kuntum khaira ummat uhrijat linnas takmuruna bil makruf wa tanhauna ‘anil munkar wa tukminuuna billah” yang oleh Kuntowijoyo diberi arti objektivikasi, humanisasi, dan liberalisasi.
“Engkaulah umat terbaik karena kemampuan membela kemanusiaan, membebaskan ketertindasan tanpa pandang bangsa dan agama. Engkaulah unggulan peradaban karena menguasai iptek, adil, dan bijak. Doktrin “hidup mulia dan mati syahid” penting ditransformasikan ke dalam doktrin “kuasai ilmu dan peradaban dari pusat-pusat keunggulan dunia sampai engkau masuk ke liang kubur”.
Tugas kader dan aktivis ialah membuktikan doktrin “Islam yaklu wala yukla ‘alaih terbukti dalam sejarah seperti sebelum pencerahan Barat dan Eropa. Semogalah!
Sumber : Jawa Pos Kamis, 01 Oktober 2009
Oleh : Abdul Munir Mulkhan, guru besar UIN Sunan Kalijaga Jogja, anggota Komnas HAM