Selasa, 08 Januari 2013

Menikah dalam Kondisi Hamil


Assalam'mualaikum wr. wb.

Ustaz yang saya hormati, saya mau tanya, apa hukumnya kalau saya menikah dengan isteri saya dalam keadaan sedang hamil? Apakah saya harus menikah ulang setelah isteri saya melahirkan? Bagaimana caranya membuat keluarga supaya menjadi keluarga yang sakinah? Apa yang harus saya lakukan apabila isteri saya suka berbohong/berselingkuh?
Saya sangat mengharapkan jawaban pak ustaz. Saya ucapkan banyak terima kasih atas saran-sarannya.

Jawaban :

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, 
Haram hukumnya seorang laki-laki menikahi seorang wanita yang sedang mengandung anak dari orang lain. Karena hal itu akan mengakibatkan rancunya nasab anak tersebut.
Dalilnya adalah beberapa nash berikut ini:
Nabi SAW bersabda, "Janganlah disetubuhi (dikawini) seorang wanita hamil (karena zina) hingga melahirkan." (HR Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Hakim)
Nabi SAW bersabda, "Tidak halal bagi seorang muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menyiramkan airnya pada tanaman orang lain." (HR Abu Daud dan Tirmizy)
Adapun bila wanita yang hamil itu diniakhi oleh laki-laki yang menghamilinya di luar nikah, maka umumnya para ulama membolehkannya, dengan beberapa varisasi detail pendapat:



1. Pendapat Imam Abu Hanifah
Imam Abu Hanifah menyebutkan bahwa bila yang menikahi wanita hamil itu adalah laki-laki yang menghamilinya, hukumnya boleh. Sedangkan kalau yang menikahinya itu bukan laki-laki yang menghamilinya, maka laki-laki itu tidak boleh menggaulinya hingga melahirkan.

2. Pendapat Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal
Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan laki-laki yang tidak menghamili tidak boleh mengawini wanita yang hamil. Kecuali setelah wanita hamil itu melahirkan dan telah habis masa 'iddahnya.
Imam Ahmad menambahkan satu syarat lagi, yaitu wanita tersebut harus sudah tobat dari dosa zinanya. Jika belum bertobat dari dosa zina, maka dia masih boleh menikah dengan siapa pun. Demikian disebutkan di dalam kitab Al-Majmu' Syarah Al-Muhazzab karya Al-Imam An-Nawawi, jus XVI halaman 253.

3. Pendapat Imam Asy-Syafi'i
Adapun Al-Imam Asy-syafi'i, pendapat beliau adalah bahwa baik laki-laki yang menghamili atau pun yang tidak menghamili, dibolehkan menikahinya. Sebagaimana tercantum di dalam kitab Al-Muhazzab karya Abu Ishaq Asy-Syairazi juz II halaman 43.

4. Undang-undang Perkawinan RI
Dalam Kompilasi Hukum Islam dengan instruksi presiden RI no. 1 tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991, yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan keputusan Menteri Agama RI no. 154 tahun 1991 telah disebutkan hal-hal berikut:
  • Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya.
  • Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dpat dilangsungkan tanpa menunggu lebih duhulu kelahiran anaknya.
  • Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.
Semua pendapat yang menghalalkan wanita hamil di luar nikah dikawinkan dengan laki-laki yang menghamilinya, berangkat dari beberapa nash berikut ini
Dari Aisyah ra berkata,`Rasulullah SAW pernah ditanya tentang seseorang yang berzina dengan seorang wanita dan berniat untuk menikahinya, lalu beliau bersabda,`Awalnya perbuatan kotor dan akhirnya nikah. Sesuatu yang haram tidak bisa mengharamkan yang halal`. (HR Tabarany dan Daruquthuny).
Juga dengan hadits berikut ini:
Seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW,`Isteriku ini seorang yang suka berzina`. Beliau menjawab,`Ceraikan dia`. `Tapi aku takut memberatkan diriku`. `Kalau begitu mut`ahilah dia`.(HR Abu Daud dan An-Nasa`i)

Tidak Perlu Nikah Ulang
Ketika seorang laki-laki menikah dengan wanita yang terlanjur dihamilinya, maka akad nikahnya itu sudah sah. Sehingga tidak perlu diulangi lagi, karena akad nikah cukup sekali saja. Kalau sudah sah, maka tidak perlu ada pengulangan.

Isteri Suka Berbohong dan Selingkuh
Suami punya kewajiban untuk mengajarkan nilai-nilai yang baik kepada isterinya. Karena itu sejak mulai dari mencari calon isteri, carilah yang sudah baik. Jangan ambil resiko menikahi wanita yang kurang baik, karena hanya membuat anda punya beban yang lebih berat.
Selain itu, pastikan isteri anda bergaul dengan teman yang baik-baik. Karena perilaku seseorang akan sangat dipengaruhi oleh teman pergaulannya. Kalau anda membiarkan isteri anda punya teman yang berakhlak buruk, jangan berharap isteri anda akan jadi isteri yang shalehah.
Selain itu, anda juga wajib menjadi teladan dan contoh hidup buat isteri. Jangan berharap isteri anda shalat dengan baik, bilamana anda sendiri tiak pernah mencontohkannya atau mempeloporinya.
Dan terakhir jangan pernah lupa mendoakan isteri anda agar menjadi isteri shalehah.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc., MA

Rumah Fiqih Indonesia