Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma`ruf Amin, mengatakan, pondok pesantren bukan lembaga yang mencetak pelaku terorisme penebar teror bom.
“Pondok pesantren bukan lembaga pencetak teroris dan ini harus diluruskan,” katanya pada acara Rapat Koordinasi Daerah MUI wilayah III (Jatim, Bali, NTB dan NTT), di Senggigi Lombok Barat, Selasa (21/7) malam.
Ia mengakui bahwa sebagian dari pelaku peledakan bom di sejumlah wilayah di Indonesia pernah mengenyam pendidikan di pondok pesantren. Namun, pondok pesantren tidak pernah mengajarkan tentang berjihad dengan melakukan teror bom yang menyebabkan banyak korban jiwa. “Jadi sebenarnya ada distorsi pemahaman tentang ajaran Islam, pelaku peledakan bom tersebut menganggap bahwa perbuatannya merupakan jihad,” ujarnya.
Ia mengatakan, salah satu pondok pesantren di daerah Jawa memang mengakui bahwa ada diantara mantan santrinya yang terindikasi pelaku peledakan bom di Jakarta. Namun, pondok pesantren tersebut membantah bahwa telah mengajarkan sesuatu yang bertentang dengan agama Islam dan menganggap bahwa ada oknum-oknum tertentu yang memprovokasi untuk melakukan aksi peledakan bom.
“Jadi sebenarnya, pelaku-pelaku peledakan bom yang terjadi selama ini dengan mengatasnamakan agama terprovokasi oleh orang luar bukan dari dalam pondok pesantren itu,” ujarnya.
Oleh sebab itu, pandangan masyarakat luas tentang pondok pesantren sebagai lembaga yang mencetak pelaku teror bom harus diluruskan. “Kita harus meluruskan pandangan itu, jangan pondok pesantren dicap sebagai pencetak santri peneror bom,” tegasnya.
Ia mengatakan, pihaknya sudah menyatakan sikap tegas mengutuk sekeras-kerasnya dan menganggap tindakan bom bunuh diri yang terjadi di Jakarta merupakan tindakan yang diharamkan agama Islam. Ajaran Islam mengajarkan untuk hidup berdampingan secara damai (mua`hadah) dengan umat nonmuslim dan memposisikan mereka bukan sebagai musuh.
“Hidup berdampingan dengan sesama mahluk Allah adalah wajib hukumnya apapun agama dan kepercayaannya tetap harus kita hormati,” ujarnya.
Sementara itu, terkait dengan Jaringan Islamiyah (JI), KH Ma`ruf Amin, mengatakan, pengikut JI sebenarnya tidak banyak dan terbagi menjadi dua yakni ada menjalankan syariat agama sesuai dengan ajaran Islam yang sebenarnya dan ada JI yang radikal.
Anggota JI yang dinilai radikal tersebut kemudian direkrut oleh oknum-oknum tertentu untuk melakukan tindakan-tindakan anarkis yang bertentangan dengan ajaran agama. Menurut dia, kondisi tersebut harus ditangkal dengan dua cara yakni dari aspek keamanan jangan diberikan peluang untuk melakukan tindak kejahatan dan dari aspek pemahaman. “Pemahaman radikalisme itu harus dibuang karena itu salah,” katanya.