Selasa, 10 Mei 2011

Terorisme, Islam, dan Gus dur

Maraknya kembali aksi terorisme akhir-akhir ini tentu sangat mengundang kegelisahan kita semua. Dimana dari aksi terorisme terakhir tersebut dapat disimpulkan bahwa pergerakan kelompok islam radikal sampai saat ini masih terus "bergentayangan" ditengah-tengah kita.

Dari aksi tersebut juga dapat diambil pelajaran bahwa upaya deradikalisasi pemahaman keislaman masih harus terus diperjuangkan di Indonesia. Hal ini perlu diperjuangkan untuk menekan penyebaran pemahaman islam radikal di tengah-tengah masyarakat, sehingga dikedepannya tidak menimbulkan kembali korban-korban rekrutan berikutnya lagi, yang nantinya akan dijadikan martir bom oleh kelompok teroris.

Oleh karenanya untuk tujuan tersebut penting kiranya untuk membuka dan menyebarkan pemahaman islam yang moderat dan damai ke tengah-tengah masyarakat. Salah satu buah pemikiran yang begitu kentara melawan upaya radikalisasi islam adalah buah pemikiran dari KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Gus Dur merupakan tokoh pemikir Islam yang sangat konsens dengan perjuangan itu, jadi walaupun beliau sudah tiada, sangat perlu kiranya untuk menghadirkan kembali buah-buah pemikirannya.
Menurut Gus Dur, dalam beberapa tulisannya mengatakan bahwa akar dari terorisme yang mengatasnamakan islam adalah terdapatnya kekeliruan dalam memahami islam, yang bersumber dari dangkalnya pemahaman. 

Dalam bukunya yang berjudul islamku, islam anda dan islam kita, Gus Dur menuturkan bahwa dalam presfektif kelompok islam radikal, islam tidak hanya dipandang sebagai sebuah agama, namun juga sebuah sistem hukum yang lengkap, sebuah ideology universal dan sistem yang paling sempurna yang mampu memecahkan seluruh permasalahan kehidupan umat manusia.

Menurut pandangan kelompok islam radikal islam merupakan totalitas integratif dari tiga "D", yaitu Din (agama), Daulah (Negara), dan Dunya (Dunia). Sehingga dengan presfektif tersebut islam harus di jadikan tidak hanya sebagai sebuah agama, tetapi juga wajib dijadikan ideologi hidup dan mesti diperjuangkan untuk diwujudkan sebagai ideologi Negara dan dunia.

Dalam presfektif Gus Dur dalam tulisannya yang berjudul Islam : Ideologis atau Kultural ?, dinyatakan bahwa pemahaman adanya kewajiban menjadikan islam sebagai ideology merupakan pangkal dari munculnya gerakan islam radikal di berbagai belahan dunia. Dalam presfektif Gus Dur pandangan tersebut sangat keliru, karena menurutnya tidak ditemukan ayat Tuhan yang mewajibkan adanya perintah hal itu.

Menurut Gus Dur seseorang sudah disebut sebagai seorang muslim sempurna ketika dia menerima prinsif-prinsif keimanan, menjalankan ajaran rukun islam secara utuh, menolong mereka yang memerlukan pertolongan, menegakkan professionalisme, dan bersikap sabar ketika menghadapi cobaan dan ujian. Jadi keterlibatan dalam "perjuangan" pewujudan sistem islam, atau ideologisasi serta formalisme islam tidaklah menjadi salah satu syarat keberislaman seseorang.

Perbedaan perlu tidaknya islam di ideologikan atau diformalkan dalam institusi kenegaraan menurut tuturan Gus Dur merupakan pangkal dari perbedaan kelompok islam inklusif-substantif dan legal ekslusif. Pemahaman kelompok inklusif-substantif memandang bahwa islam tidak perlu dijadikan ideology Negara, sedangkan kelompok legal eklusif berkeyakinan bahwa islam wajib dijadikan ideology Negara dan dunia.

Dampak dari perbedaan pemahaman tadi, kelompok inklusif-substantif lebih menekankan perjuangan dan penyebaran islam dengan cara cultural dan hadir memunculkan wajah islam yang moderat dan toleran terhadap eksistensi agama, ideology, dan faham-faham lain di luar islam. Namun sebaliknya, dalam kedepannya dengan pandangan wajibnya islam dijadikan ideology Negara, kelompok legal-ekslusif telah banyak hadir memunculkan wajah islam yang keras, termasuk salah satu efeknya mengidentikan islam dengan kekerasan.

Gus Dur dalam berbagai tulisannya, sangat kentara mencoba terus memperjuangkan mewujudkan wajah islam yang moderat dan inklusif ke tengah-tengah masyarakat dan dunia. Gus Dur mamandang bahwa perjuangan kaum muslimin yang utama adalah bukan memperjuangkan islam agar dijadikan sebagai ideology Negara, atau merubah Indonesia menjadi negara islam.
Dalam pandangan Gus Dur, islam lebih tepat dijadikan sebagai sumber inspirasi bagi terciptanya sistem yang berkeadilan dalam sistem kenegaraan di Indonesia. Bagi Gus Dur permasalahan ideology Negara sudah selesai sejak didirikannya Negara ini.

Dimana sejak didirikannya, kaum muslimin melalui perwakilan para ulamanya, yang tentu juga sangat memahami betul agama islam, sudah menerima secara damai eksistensi Indonesia sebagai Negara non agama. Bagi Gus Dur sikap toleransi dan sikap kenegaraan yang dicontohkan oleh para pendiri bangsa tadi perlu dilestarikan sebagai salah satu budaya bangsa oleh para anak-anak bangsanya.

Apalagi menurut Gus Dur, dalam tulisannya berjudul Negara Islam adakah konsepnya? Berdasarkan hasil pencariannya berpuluh-puluh tahun tentang bagaimana sesungguhnya konsep permanen Negara islam itu berbentuk. Sampai usia dipenghujung mautnya beliau bertutur tetap tidak menemukannya.

Gus Dur memaparkan bahwa hal itu tampak salah satunya dari berbeda-bedanya sistem peralihan kepemimpinan dari Nabi Muhammad SAW serta peralihan kepemimpinan diantara para khulafaurrosyidin. Yaitu dari Nabi Muhammad SAW kepada Abu bakar Shiddiq RA. Kemudian dari Abu bakar Shiddiq RA kepada Umar Bin Khattab RA.

Dari Umar Bin Khattab RA kepada Utsman Bin affan RA. Dan dari Utsman Bin affan RA terhadap Ali Bin Abu Thalib RA. Berdasarkan paparan sejarah semuanya memiliki sistem peralihan kepemimpinan yang berbeda-beda. Oleh karenanya dalam presfektif Gus Dur jihad bagi kaum muslimin Indonesia bukanlah memperjuangkan islam sebagai ideology Negara, namun bagaimana memperjuangkan islam sebagai sumber inspirasi bagi terciptanya keadilan, serta kesejahteraan rakyat, dan berperan sebagai alat pemersatu, pendorong kemajuan, dan pengangkat martabat bangsa melalui gerakan kultural yang damai.

Jadi segala bentuk gerakan terorisme yang dilakukan oleh para teroris yang mengatasnamakan islam seperti yang dilakukan selama ini, menurut presfektif Gus Dur dalam tulisannya yang berjudul; Terorisme harus dilawan, pilihan sikap tindakannya hanya satu, yaitu harus dilawan. Wallohu a'lam bisshowab

*Penulis adalah Pemerhati Gerakan Islam , tinggal di Tasikmalaya
Sumber: http://suarapembaca.detik.com, Senin, 25/04/2011, dan dimuat pula di opini www.gusdur.net