Rabu, 20 Juni 2012

Syareat dan Tarekat itu Menyatu

Tanya Jawab dengan Habib Lutfi,- Al Kisah

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh puji syukur kepada Allah (Swt) atas nikmat, rahmat, taufik, dan hidayah-Nya. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad (saw), keluarga dan sahabatnya, dan semoga rahmat serta inayah-Nya tercurah kepada Habib Luthfi bin Yahya dan keluarga. Amin. Saya sering mendengar kata syariat, tarekat, hakikat, dan makrifat; tetapi saya belum begitu paham apa arti semua itu. Tolong Habib jelaskan satu per satu. Bagaimanakah caranya jika saya berbaiat langsung kepada Habib, olehkan melalui surat, atau datang sendiri? Bolehkah seorang santri memiliki dua atau tiga guru tarekat? Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
M. Riyafiy, Pamiritan, BalapulangTegal, Jawa Tengah


Jawaban:
Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Syariat, tarekat, dan hakikat itu tidak bisa dipisah-pisahkan. Bertarekat meninggalkan syariat, tidak benar. Karena, tarekat adalah buah syariat. Jadi, kalau bertarekat, tidak terlepas melalui pintunya dahulu, yaitu syariat. Syariatlah yang mengatur kehidupan kita, dengan menggunaka hukum, dart mulai akidah, keimanan, keislaman, sehingga kita beriman kepada Allah, malaikat, kltab Allah, Rasul, hari akhir, dan takdir baik dan buruk. Dan syariat pula mengetahui rukun Islam, yaitu dua kalimat syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji. Serta keutamaan shalat, juga hubungan antara manusia, seperti jual-bell, pernikahan, dan lainnya.


Setelah menjalankan syariat dengan balk, kita bertarekat, untuk menuju jalan kepada Allah dengan baik. Jadi, secara sederhana menuju jalan kepada Allah disebut tarekat Bertarekat perlu dlblmbing para mursyid, yang akan mengantar murid darl mengerti dan mengenal Allah sampai nanti "dikenal" Allah (swt), yakni dekat dan disayang oleh Dia (Swt). Amalan utama tarekat adalah berzikir.
Hanya, perlu dipahami, pengertlan tarekat tidak terbatas hal itu. Yang dltuntut oleh tarekat di jalan Allah adalah' perilaku para pengikut tarekat yang mulia. Terutama mem-bersihkan kotoran-kotoran yang ada dl dalam batin dan lahirnya, sehingga secara lahir dan batin kita bersih dalam menuju ke jalan Allah.

Sebagai contoh berwudu. Wudu adalah peraturan syariat, guna menjalankan shalat dan lain-lainnya. Biasanya kita hanya berwudu untuk mendapatkan keutamaan wudu, serta sebagai syarat untuk menjalankan shalat. Sedangkan tarekat menuntut buah wudu. Berapa kali kita membasuh muka ketika berwudu. Dan berapa kali kita membasuh tangan setiap hari untuk menjalankan ibadah. Coba kita aplikasikan dalam kehidupan kita, sosialisasikan untuk kehldupan kita masing-maslng. Kalau sudah sering membersihkan muka, kita harus leblh mengerti serta merendahkan hatl, malu kalau kita berlaku sombong.

Darl hasll wudu, kita cari buahnya yaitu lebih berakhlak, lebih rendah hati, lebih beradab, sehingga ada peningkatan dart hari ke hari. Itulah buahnya, sehingga kita semakin dekat kepada Allah. Sebab, justru di hadapan Allah, kita semakin menundukkan kepala. Karena semua itu adalah pemberian-Nya semata-mata. Kalau bukan karena pemberian-Nya (Swt), bagaimana bisa mengerti segala yang kita miliki ini.
Begitu juga, kita pun diberi pemahaman oleh Allah terhadap junjungan kita Nabi Muhammad (saw) atas limpahan rahmat kepadanya, sehingga kita menjadi pengikutnya yang setia. Untuk itulah kita selalu memuji I Rasulullah (saw) dengan tujuan supaya kita lebih dekat | kepada Rasulullah. Dengan begitu, sosok Rasulullah akan menjadi idola bagi kita dalam menapaki kehidupan Wngga akhir hayat.

Bertarekat akan memupuk sikap rendah hati kita kepada para Wali, ulama, guru-guru kita yang telah memberikan pemahaman tentang kebenaran ajaran syareat dan tarekat. Itu baru dari segi membersihkan muka secara lahiriah dan bathiniah, hal itu akan mencegah tangan kita dari berbuat maksiat. Kita akan selalu diperingatkan untuk tidak mengambil yang bukan milik kita apalagi melakukan korupsi, misalnya yang sangat merugikan rakyat. Sebab tangan kita sudah disucikan setiap hari. Kalau kita bisa mempelajari banyak hal dari wudu saja, insyaAllah masalah korupsi itu bisa terberantas. Lalu telinga kita yang digunakan untuk mendengarkan suatu yang baik. Kita tidak akan menyampaikan yang kita dengar kalau informasi itu justru akan memancing masalah atau memanaskan situasi, apalagi menimbulkan pecah belah dan kekacauan. Tentu saja, hal itu berlaku pula bagi mata kita, kedua kaki kita, dan anggota badan lainnya. Itulah hasil karya, hasil didikan, yang mendapatkan bimbingan dari Allah.

Mengapa kita harus berwudu ketika akan mendirlkan shalat? Berwudu tidak hanya membersihkan kotoran lahiriah kita, tetapi pada hakikatnya jugamembersihkan kotoran batinlah. Al-Qur'an menyebutkan bahwa shalat mencegah dari kemungkaran dan kerusakan, karena kita sudah memahami makna wudu dan shalat itu secara tarekat.
Bagi para murid yang ingin belajar tarekat, saya anjurkan, mulailah dari seorang guru yang dipercaya. Tapi sebaliknya, bagi guru yang ingin ditaati muridnya, cobalah didik para murid itu seperti timba yang mendekati sumurnya, bukan sumuryang mendekati timbanya.

Maka akan terbentuklah kewibawaan guru terhadap muridnya. Bagi murid, saya anjurkan untuk belajar hanya pada satu guru. Sebagai contoh mudahnya, kalau air teh dicampur susu lalu dicampur lagi dengan kopi atau lainnya, meskipun halal, apa jadinya? Bagaimana rasanya? Jadi kalau ingin minum teh, minum saja teh tanpa dicampur dengan lainnya. Nikmati minum teh dengan gula, kemudian cari manfaatnya bagi tubuh. Begitu juga kalau ingin minum kopi, susu, atau lainnya. Itu hanya sebagai perumpamaan. Jadi, kalau ingin belajar tarekat, jangan sekadar melihat organisasi itu besar Meski organisasi tarekat itu kecil, kalau lebih berpengaruh terhadap jiwa kita, sehingga iebih mendekatkan diri kepada Allah, tidak perlu ragu lagl untuk mengikutinya.

Sumber: Al Kisah



Tanya Jawab Bersama Habib Luthfi bin Yahya
Puji syukur kepada Allah swt atas nikmat, rahmat, taufik , dan hidayah-Nya. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad saw, keluarga beserta para sahabatnya dan juga pula semoga rahmat serta inayah-Nya  tercurah kepada al-Habib Luthfi bin Yahya beserta keluarga.
Habib, saya sering mendengar kata syari’at dan  thariqah, tetapi saya belum begitu faham apa artinya. Saya mohon, Habib berkenan menjelaskannya. (M. Riyadi, 1 Tegal, Jawa Tengah).

al-Habib Luthfi bin Yahya ra menjawab
“Syari’at dan thariqah itu tidak bisa dipisahkan. Berthariqah tapi ia menginggalkan syari’at, tidaklah benar. Karena thariqah adalah buah dari syari’at atau orang yang mengambil jalan thariqah harus melalui pintu syari’at.

Syari’at mengatur kehidupan kita, mulai dari masalah , akidah hingga masalah ibadah. Mulai dari masalah keimanan kepada Allah swt, malaikat, Kitab-kitab Allah swt, para nabi dan rasul, hari akhir, hingga masalah takdir.

Dari syari’at pula kita mengetahui Rukun Islam, yaitu syahadatain, shalat, puasa, zakat dan haji, hingga keutamaan shalat, serta hubungan antara manusia, seperti jual-beli, pernikahan dan lain sebagainya.

Setelah menjalankan syari’at dengan baik, barulah kita berthariqah. Tujuan berthariqah adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Sedangkan untuk berthariqah, seseorang perlu bimbingan seorang mursyid. Sebab, mursyid inilah yang akan mengenalkan seorang murid kepada Allah swt sampai ia dekat dan disayang Allah swt.

Yang dituntut oleh thariqah sendiri adalah perilaku mulia para pengikutnya. Ia harus berusaha membersihkan kotoran- kotoran yang ada didalam dirinya, terutama hatinya. Dengan kebersihan hati, lahir maupun batin, seseorang bisa mendekatkan diri kepada Allah swt.

Sebagai oontoh adalah berwudhu.’ Ketahuilah, bahwa berwudhu’ merupakan salah satu cara bersuci menurut syari’at Islam. Biasanya kita berwudhu’ hanya untuk mendapatkan keutamaan wudhu,’ serta berbagai syarat untukmenjalankan shalat.

Sedangkan thariqah menuntut buah dari berwudhu.’ Ketahuilah bahwa berwudhu’ tidak hanya membersihkan kotoran lahiriah kita, tetapi pada hakekatnya juga membersihkan kotoran batiniah.

al-Qur’an menyebutkan bahwa shalat mencegah dari kemunkaran dan kerusakan, karena kita sudah memahami makna wudhu’ dan shalat itu secara tarekat. 

Untuk mendapatkan buah berrwudhu,’ kita harus mengerti arti wudhu.’ Dan untuk mendapat pengertian ini, kita harus mendapatkan bimbingan dari seorang guru.

Jika sudah mengetahui buah berwudhu,’ kita harus mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya saja, kita membersihkan muka, maka kita harus lebih bisa menjaga diri dari perilaku sombong, kita harus lebih rendah hati, lebih tawadhu’ dan lebih beradab.

Dengan menjaga perilaku tersebut, kita akan mudah mendekatkan diri kepada Allah swt. Dihadapan-Nya kita harus semakin menundukkan kepala. Semua yang ada pada diri kita adalah pemberian-Nya semata.

Begitu pula terhadap junjungan kita, Baginda Nabi Muhammad saw. Atas limpahan rahmat-Nya lah kita menjadi pengikutnya yang setia. Untuk itulah, kita selalu memuji Rasululah saw, dengan tujuan supaya kita lebih dekat kepada Baginda Rasulullah sw. Dengan begitu, sosok Baginda Rasulullah saw akan menjadi idola bagi kita dalam menapaki semua lini kehidupan hingga akhir hayat.

Sikap tawadhu’ ini pun harus kita tunjukkan ketika berhadapan dengan para wali, ulama dan guru-guru kita yang telah memberikan pemahaman tentang kebenaran syari’at Islam dan thariqah.

Begitu pula ketika kita membasuh kedua tangan. Yang kita basuh bukan hanya tangan secara lahir, tapi juga batin. Ini akan mencegah tangan kita dari berbuat maksiat. Kita akan selalu merasa diperingankan untuk tidak mengambil yang bukan hak kita, sebab tangan kita sudah disucikan setiap hari.

Lalu saat membasuh telinga. Buah dari membasuh telinga, kita akan berusaha untuk menjaga pendengaran kita dari segala scsuatu yang tidak baik. Kita tidak akan menyampaikan yang kita dengan kalau informasi itu justru akan memancing masalah itu memanaskan situasi sehingga menimbulkan pecah-belah dan kekacauan. Tentu saja, itu juga berlaku bagi mata kita, kedua kaki kita dan anggota badan lainnva.

Bagi para murid yang ingin berthariqah, saya anjurkan mulailah dari seorang guru yang dipercaya. Tapi sebaliknya, bagi guru vang ingin ditaati muridnya, cobalah didiklah para murid itu menjadi seperti, timba yang mendekati sumurnya, bukan sumur mendekati timbanya. Dengan begitu, terbentuklah kewibawaan guru terhadap muridnya.

Bagi murid, saya anjurkan untuk belajar kepada satu guru, Kalau pada organisasi, jangan sekadar melihat organisasi itu besar. Meski organisasi tarekatnya kecil, kalau lebih berpengaruh terhadap jiwa kita sehingga lebih mendekatkan diri kepada Allah swt, maka tidak perlu ragu untuk mengikutinya.” ***